Skip to main content

Konsep Wisata Nyegare-Gunung



Dalam upaya mempertahankan Spirit Hindu di Bali, Dang Hyang Nirartha membangun benteng-benteng spiritual di sepanjang pesisir pantai bali, disamping juga memantapkan benteng-benteng spiritual di wilayah "Sunya", dataran tinggi Bali.
Kemudian, untuk tetap utuhnya Spirit Hindu tsb di bali, mulai dari pesisir sampai ke gunung, dikembangkanlah konsep Nyegara Gunung.

Banyak hal yang ingin beliau sampaikan lewat konsep nyegara gunung itu yang bukan semata bermakna niskala dimana sehananing leteh / pencemaran yang terjadi di luhur dibersihkan ke laut untuk kemudian yang murni suci distanakan kembali di gunung. Pehaman yang hanya sebatas itu boleh jadi mendorong kita pada spiritualitas yang statis, seolah-olah kita hanya "memelihara" wilayah suci (physic dan kesadaran), dan bukan "mengembangkan" nya.

Kita perlu mensosialisasikan pemahaman lain bahwa wilayah laut bukan semata sebuah "Mesin cuci", melainkan sebagai sebuah wilayah "Pembaharuan" dimana spiritualitas tidak hanya dikembalikan kemurniannya, tetapi juga sekaligus diperbaharui dan dikembangkan.

Sejarah mengajarkan pada kita bahwa wilayah laut adalah sebuah area dimana interaksi peradaban dimulai. Interaksi yang juga mengawali tumbuhnya simpul-simpul pembaharuan terhadap peradaban itu sendiri dan juga faktor lain yang membentuk spiritualitas.

Pembaharuan tidak serta merta bisa dilakukan di wilayah pedalamam tetapi senantiasa secara gradual dimulai dari wilayah pesisir, dari wilayah dimana interaksi antar peradaban terjadi.

Adab pedalaman yang identik dengan Gunung perlu Nyegare, bukan hanya untuk disucikan kembali, tetapi juga untuk diupdate melalui proses asimilasi di peradaban pesisir. Hanya dengan process pembaharuan itu sebuah "Spirit" akan bisa dipertahankan. Itu adalah hal pertama yang dapat kita petik dari Konsep Nyegara Gunung.

Hal kedua yang perlu kita cermati adalah betapa perlunya untuk membangun pondasi-pondasi spiritualitas yang selalu siap Nyegare, baik dalam artian Sekala maupun Niskala, dimana ”Nilai” sebagai kompas tetap dipegang tetapi sarana-prasarana dibuat seringkas mungkin; Persis seperti halnya para nelayan yang hendak melaut dengan perbekalan yang ringkas tetapi tetap menjadikan bintang-bintang di langit sebagai kiblat pelayarannya.begitu pula halnya dengan pengembangan kawasan wisata,,kita hendaknya bertolak dari pengalaman masa lalu yg mengembangkan gunung dan laut sbg pondasi spiritual,tetapi berkaitan dgn kawasan wisata buleleng memiliki konsep tsb diatas,, pengembangan kawasan lovina sbg kawasan hotel dan restauran,kemudian kawasan wisata desa Sidatapa sebagai obyek wisata yang berbasiskan wisata alam dan budaya,,dengan konsep tersebut diatas niscaya kabupaten buleleng akan banyak di kunjungi para tourist dari manca negara,sehingga nantinya akan banyak menyerap lapangan pekerjaan di daerah tersebut,
Sekarang tergantung dari kita,, apa akan kita biarkan saja potensi alam kita terpendam sedangkan masyarakat kita banyak hidup di bawah garis kemiskinan,,,SEMUA TERPULANG DARI KITA,, Mari lestarikan budaya leluhur kita untuk hidup yang lebih baik

Comments

Popular posts from this blog

Pembuatan Gula aren di Desa Sidatapa

berwisata ke desa sidatapa,, disamping kita bisa menengok rumah traditisional,kita juga bisa mengunjungi,tempat pembuatan gula aren yang di kerjakan secara traditional,,suasana disini sangat kental dengan nuansa pegunungan yang penuh di tumbuhi dengan pohon aren, mereka memamfaatka pohon aren sebagai gula, disamping itu juga terkadang mereka hanya menjual tuaknya kepada masyarakat sekeliling pada saat harga gula aren murah,

Sejarah Singkat Desa Sidatapa

Desa Sidetapa adalah Desa Tua / Desa Bali Aga, diperkirakan Desa Sidetapa mulai didirikan pada tahun 785, dengan penduduk pendatang dari : Sekitar Daerah Batur dari Daerah Dauh Toro Ireng dan Daerah Jawa pengikut Rsi Markandea, Adapun pendududk Desa Sidetapa pada waktu itu terdiri dari 3 kelompok : 1. Kelompok yang menamakan dirinya warga Pasek yang mendiami wilayah Leked 2. Kelompok yang menamakan dirinya warga Patih yang mendiami wilayah Desa Kunyit. 3. Kelompok yang menamakan dirinya warga Batur yang mendiami wilayah Sekarung dan semuanya ada di wilayah Desa Sidetapa, yang mana Desa Sidetapa dulunya bernama Desa Gunung Sari Munggah Tapa. Mengenai sejarah terjadinya Desa Sidetapa sampai saat ini belum adanya prasasti yang menunjukan dengan jelas dan hanya dapat diketahui melalui penuturan tetua Desa Sidetapa. namun dapat disimpulkan bahwa Desa Sidetapa merupakan Desa Bali Aga (bali=bali, aga=gunung)yaitu orang bali yang ada di gunung,,entah mereka itu bali asli,, ataupun bali majapah

Selamat Datang Di Desa Traditional Sidatapa

Desa sidatapa merupakan salah satu desa kuno yang terletak di bali utara, tepat nya di kecamatan banjar,singaraja, kurang lebih 650meter dari permukaan air laut,, dengan kondisi geografis yang sangat baik sehingga sangat cocok di pakai sebagai lahan perkebunan,, hasil perkebunan yang paling menonjo ialah hasil cengkeh, hampir rata-rata penduduknya memiliki lahan cengkeh yang menjadi salah satu komudite unggulan desa sidatapa Disamping pertanian ,penduduknya sangat aktif untuk melakukan kegiatan pengerajin bambu, hasil kerajinan mereka di pasarkan ke kuta,denpasar, melihat potensi yang di miliki oleh desa sidatapa, maka sangat perlu di bangun wisata budaya dan alam di daerah ini,, tamu-tamu manca negara sudah sering mengunjungi desa ini,, karna disini sangat lah unik,,

Sidatapa Master Plan


Lihat Desa Traditional Sidatapa di peta yang lebih besar